link

Thursday, January 23, 2014

Kenyaringan dan desibel

Desibel (Lambang Internasional = dB) adalah satuan untuk mengukur intensitas suara. Satu desibel ekuvalen dengan sepersepuluh Bel. Huruf "B" pada dB ditulis dengan huruf besar karena merupakan bagian dari nama penemunya, yaitu Bell.
Desibel juga merupakan sebuah unit logaritmis untuk mendeskripsikan suatu rasio. Rasio tersebut dapat berupa daya (power), tekanan suara (sound pressure), tegangan atau voltasi (voltage),intensitas (intencity), atau hal-hal lainnya. Terkadang. dB juga dapat dihubungkan dengan Phon dan Sone (satuan yang berhubungan dengan kekerasan suara). Untuk mengukur rasio dengan menggunakan dB dapat digunakan logaritma.
Penguatan\;daya=10log_{10}\left(\frac{P_o}{P_i}\right)\;dB
Penguatan\;tegangan=20log_{10}\left(\frac{V_o}{V_i}\right)\;dB
Penguatan\;arus=20log_{10}\left(\frac{I_o}{I_i}\right)\;dB
Bunyi kereta lebih nyaring daripada bunyi bisikan, sebab bunyi kereta menghasilkan getaran lebih besar di udara. Kenyaringan bunyi juga bergantung pada jarak kita dari sumber bunyi. Kenyaringan diukur dalam satuan tekanan suara desibel (dB). Bunyi pesawat jet yang lepas landas mencapai tekanan suara sekitar 120 dB. Sedang bunyi desiran daun sekitar 33 dB.
Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal getaran, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan getar osilasi atau frekuensi yang diukur dalam satuan Hertz (Hz) dan amplitudo atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam satuan desibel (dB).
Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi bergetar, yaitu getaran merambat di udara atau medium lain, sampai ke gendang telinga manusia. Ambang frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia berkisar getaran frekuensi 20 Hz sampai 20.000 Hz, pada amplitudo getaran dengan berbagai variasi dalam kurva responsnya. Suara di atas 20.000 Hz disebut ultrasonik dan di bawah 20 Hz disebut infrasonik

Misalkan sebuah penguat Audio mengeluarkan daya bunyi 100 mW, kemudian daya itu kita naikkan menjadi 1 Watt. Berarti ada penambahan daya 900 mW. Kenaikan daya itu 10 kali. Telinga kita bisa merasakan kenaikan kuat bunyi itu.
Misalkan lagi bahwa penguat Audio mengeluarkan daya bunyi 1 Watt. Kemudian daya itu kita naikkan menjadi 10 Watt. Berarti ada penambahan daya 9 Watt. Kenaikan daya itu 10 kali. Telinga kita juga bisa merasakan kenaikan kuat bunyi itu.
Ternyata bahwa telinga orang mengindera kenaikkan yang sama dari dua peristiwa diatas, sebab yang diindera bukanlah penambahan daya, melainkan yang diindera adalah perbandingan antara daya-daya bunyi. Dalam kedua peristiwa tersebut perbandingan kuat bunyi adalah sama yaitu 10. Tetapi telinga kita merasakan seakan-akan kuat bunyi dinaikkan bukan 10 kali, melainkan log10 10 = 1 kali. Berdasarkan pengalaman dari
peristiwa diatas, maka jikalau dalam teknik komunikasi (juga dalam teknik Audio ), kita hendak menyatakan perbandingan daya, perbandingan tegangan dan perbandingan arus sebaiknya secara logaritma.Satuan yang dipakai untuk menyatakan perbandingan secara logaritma adalah Bel.
Contoh: Daya D2 = 100 W dan daya D1 = 0,1 W berapa Bel-kah D2 lebih besar dari D1?
Penyelesaian: log10 D2/D1 = log10 100/0,1 = log10 1000 = 3 Bel
Untuk keperluan praktek satuan Bel ternyata terlampau besar, maka dipakailah satuan yang 1/10 nya, yaitu decibel. 1 Bel = 10 decibel, disingkat = 10 dB.
Jika daya input pada suatu rangkaian ataupun pada suatu sistem adalah Di dan daya outputnya adalah Do, maka bandingan daya itu ada:
dB = 10 log10 Do/Di
Contoh: Daya input Di = 1 mW daya output Do = 40 W. Hitunglah berapa dB perbandingan daya tersebut.
Penyelesaian:
Bandingan daya = 10 log10 Do/Di (dB)
= 10 log10 40/0,001
= 10 log10 40000
= 46 dB
Jika daya input Di sama dengan daya output Do, maka dalam hal ini tidak terjadi penguatan. Jadi penguatan dayanya Do/Di = 1 atau kalau dijadikan dB = 10 log10 Di/Do = 10 log10 1 = 0 dB.
0 dB adalah sesuai dengan bandingan daya 1:1, Jika terjadi pelemahan, dalam hal ini Do<Di, maka akan memperoleh bandingan yang berbalikan dari bandingan untuk penguatan.

GETARAN BUNYI


Sehelai dawai ditegangkan dengan beban variabel. Jika dawai dipetik di tengah-tengahnya, maka seluruh dawai akan bergetar membentuk setengah panjang gelombang.
Gelombang yang terjadi adalah gelombang stasioner, pada bagian ujung terjadi simpul dan di bagain tengah terjadi perut. jadi panjang kawat L =  atau = lo = 2L. Nada yang ditimbulkan adalah nada dasar, Jika frekwensinya dilambangkan dengan fo maka :
 fo . lo = fo . 2L = v     fo =
Jika tepat ditengah dawai dijepit, kemudian senar digetarkan maka getaran yang terjadi dalam senar digambar sebagai berikut :

Senar digetarkan pada jarak L dari salah satu ujung senar. Gelombang yang terjadi menunjukkan bahwa pada seluruh panjang tali erjadi 1 gelombang. Jadi  L = l1 dan nada yang ditimbulkannya merupakan nada atas pertama., dengan frekwensi f1.
Maka f1 . l1 = f1 . L = v     f1 = =
Dawai juga dapat digetarkan sedemikian sehingga antara kedua ujungnya terdapat dua buah simpul, yaitu dengan cara pada jarak  panjang dawai dari salah satu ujungnya dijepit dengan penumpu dan dawai digetarkan pada jarak L, maka pola gelombang yang terjadi dapat digambar sebagai berikut :
Seluruh panjang dawai akan menggetar dengan membentuk 1 gelombang.
Jadi L = 1 l2  Nada yang ditimbulkan adalah nada atas kedua dengan frekwensi f2.
Jadi :
L =  l2 atau l2  = L
f2 . l2 = f2 . L = v
f2 =
dari data di atas dapat disimpulkan :
fo : f1 : f2 :  .  .  .   = 1 : 2 : 3 :  .  .  .
Yang disebut nada selaras (nada harmonis) atau juga dinamakan nada flageolet.
Rumus umum dari pada frekwensi nada-nada tersebut di atas adalah :
karena v adalah kecepatan rambat gelombang transversal, maka
dari persamaan di atas dapat disimpulkan dalam hukum Mersenne berikut ini :
1.      Frekwensi nada dasar dawai berbanding terbalik dengan panjang dawai.
2.      Frekwensi nada dasar dawai berbanding lurus ( berbanding senilai ) dengan akar    kuadrat tegangan tali.
3.      Frekwensi nada dasar dawai berbanding terbalik dengan akar kudrat penampang dawai.
4.      Frekwensi nada dasar dawai berbanding terbalik dengan akar kuadrat masa jenis bahan dawai.

Pada nada atas ke-n terdapat ( n+2 ) simpul dan ( n+1 ) perut

PIPA ORGANA TERTUTUP


Apabila pada ujung atas pipa organa tertutup, maka dinamakan pipa organa tertutup, sehingga gelombang longitudinal stasioner yang terjadi pada bagian ujung tertutup merupakan simpul dan pada bagian ujung terbuka terjadi perut.
Gambar berikut menunjukkan berbagi pola getaran yang terjadi pada pipa organa tertutup.

Pada (a) memberikan nada dasar dengan frekwensi fo. Pada panjang kolom udara L terjadi 1/4 gelombang, karena hanya terdapat 1 simpul dan 1 perut.
Jadi :
L =  o ;  o = 4L
f0 . l0 = f0. 4L = v
f0 =

Pada pola ( b ) memberikan nada atas pertama dengan Frekwensi f1. Sepanjang kolom udara pipa organa tertutup terjadi 2 simpul dan 2 perut, sehingga panjang pipa = panjang gelombang.
Jadi :
L =1    atau   1 = L
f1 . l1 = f1 .  L = v
f1 =
Pada pola ( c ) memberikan nada atas kedua dengan dengan frekwensi f2 pada panjang kolom udara pipa organa tertutup terjadi 3 simpul dan 3 perut, sehinga panjang pipa = panjang gelombang.
Jadi :
L =  l atau   l2  = L
f2 . l2 = f2 . L = v
f2 =

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan :
Pada nada atas ke-n terdapat ( n+1 ) simpul dan ( n+1 ) perut.
fo : f1 : f2 : f3 :  .  .  .   = 1 : 3 : 5 : 7 :  .  .  .
Ungkapan ini dinamakan Hukum Bernoulli ke II : Frekwensi nada pipa organa tertutup berbanding sebagai bilangan-bilangan ganjil.
Secara umum dirumuskan :
Sehingga untuk panjang gelombangnya :

PIPA ORGANA TERBUKA

.
Kolom udara dapat beresonansi, artinya dapat bergetar. Kenyataan ini digunakan pada alat musik yang dinamakan Organa,  baik organa dengan pipa tertutup maupun pipa terbuka. Dibawah ini adalah gambar penampang pipa organa terbuka.
Jika Udara dihembuskan kuat-kuat melalui lobang A dan diarahkan ke celah C, sehingga menyebabkan bibir B bergetar, maka udarapun bergetar. Gelombang getaran udara merambat ke atas dan oleh lubang sebelah atas gelombang bunyi dipantulkan ke bawah dan bertemu dengan gelombang bunyi yang datang dari bawah berikutnya, sehingga terjadilah interferensi. Maka dalam kolom udara dalam pipa organa timbul pola gelombang longitudinal stasioner. Karena bagian atas pipa terbuka, demikian pula celah C, maka tekanan udara di empat tersebut tentulah sama dan sama dengan tekanan udara luar, jadi tekanan di tempat tersebut timbulah perut.
Pada gambar (b) di atas terlihat 1 simpul diantara 2 perut. Ini berarti pipa organa bergetar dengan nada terendah yang disebut nada dasar organa. Frekwensi nada dasar dilambangkan fo, jadi L = o atauo = 2L, sehingga fo= .
Pada gambar (c) memperlihatkan dua simpul dan satu perut diantara kedua perut, dikatakan udara dalam pipa organa bergetar dengan nada atas pertama dan dilambangkan dengan f1. Pada pola tersebut sepanjang kolom udara dalam pipa terjadi 1 gelombang.
Jadi :
1 = L
f1 . l1 = f1 . L = v
f1 = =
Pada gambar (d) memperlihatkan 3 simpul dan dua perut di antara kedua perut, dan bunyi yang ditimbulkan merupakan nada atas kedua dilambangkan f2. Pada pola tersebut dalam pipa organa terbuka tersebut terjadi 1gelombang,
jadi :
L =  l2 atau l2  = L
f2 . l2 = f2 . L = v
f2 =

Secara berturut-turut peristiwa di atas dapat kita amati sebagai berikut :
         ( 2 perut dan 1 simpul )
         ( 3 perut dan 2 simpul )
         ( 4 perut dan 2 simpul )
         ( 5 perut dan 4 simpul )

Pada nada atas ke-n terdapat : ( n+2 ) perut dan ( n+1 ) simpul sehingga secara umum dapat dirumuskan sebagai :
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa :
fo : f1 : f2 : f3 :  .  .  .   = 1 : 2 : 3 : 4 :  .  .  .
Ungkapan tersebut dinamakan Hukum Bernoulli ke I, yaitu : Frekwensi nada-nada yang dihasilkan oleh pipa organa terbuka berbanding sebagai bilangan asli